Minggu-minggu ini adalah awal menjadi mahasiswa sebenarnya. Setiap mahasiswa baru pasti pernah merasakan yang namanya ospek atau pengkaderan. Ospek yang punya image perploncoan antara senior dan junior. Pemaksaan kehendak senior kepada juniornya. Tapi apakah maksud di balik semua itu? Tidak adakah yang berusaha menghentikannya.
Saya yakin, setiap kita melewati proses sebagai maba kita berjanji untuk tidak menyiksa atau mengerjai adik angkatannya seperti merek dikerjai kakak tingkatnya. Lalu, kenapa sampai sekarang yang namanya ospek itu masih tetap berlanjut?
Menurut pemikiran saya, entah benar atau tidak, karena saya belum sepenuhnya menjalani ospek di jurusan saya, ospek ini terus dilanjutkan karena adanya kesadaran diri untuk memberikan kebiasaan mereka kepada adik-adik yang baru masuk. Mereka sadar pada akhirnya nanti hal itu akan bermanfaat untuk ke depannya.
Untuk apa mereka mau malem-malem ngumpulin kita untuk memarahi kita. Sungguh kurang kerjaan kalau emang tujuannya seperti itu. Sama seperti kita datang dikumpulkan untuk dimarahi, sesungguhnya itu juga sangat kurang kerjaan dan membuang waktu. Lebih enak tidur atau mengerjakan tugas yang semakin menumpuk seiring waktu berjalan.
Saya bukan membela kakak tingkat atau apa. Karena saya sendiri sudah mulai berontak, tidak tahu untuk ke depannya, apakah lanjut berontak atau ikut sesuai aturan.
Saya sungguh bingung memikirkan hal ini. Mau menurut atau berontak?
Akhirnya saya tersadarkan akibat diskusi cukup panjang dengan Coach. Sebenarnya proses ospek ini sama saja seperti basket sma. Kerjaannya dimarahi mulu. Kerjaan seperti tidak ada habis-habisnya. Masalah satu selesai, muncul masalah lainnya. Sebenarnya apakah tujuannya? Tujuannya adalah untuk melatih mental kita supaya kuat, tidak mudah goyah. Dan saya dalam hal ini, sayang sekali masih lemah. Padahal udah digembleng selama 3 tahun tapi kok tetep aja. Saya merasakannya seperti itu. Terlau mudah merubah pendapat karena pendapat orang lain.
Lalu, bagaimana dengan aturan-aturan yang mereka paksakan kepada kita? contohnya adalah dresscode yang ditentukan secara sepihak. Dimanakah letak keadilannya? padahal mereka memberi kesempatan kita untuk berpendapat, tetapi tidak diterima. Sedangkan kita tidak nyaman dengan dresscode yang ditentukan, padahal itu adalah dresscode standart kerja kantor. Apa pelajaran yang bisa diambil dari sini? Bahwa setiap tempat itu punya aturan sendiri, dan kita sebagai pendatang baru untuk mematuhinya. Apakah kita saat kerja nanti akan memakai baju seenak kita saat baru masuk? Jika seperti itu kita akan mendapat surat peringatan yang bila di ospek ini tidak berefek tapi di saat kerja nanti akan berpengaruh pada perform kerja kita. Intinya adalah kita harus menempatkan posisi senyaman mungkin dalam suatu keterpaksaan.
Apalagi keuntungan ospek? kita bisa mengenal teman seangkatan. hal ini otomatis akan memperbanyak relasi di masa depan. Kita juga bisa membangun relasi terhadap kakak tingkat. Mungkin ospek bukan satu-satunya jalan untuk berkenalan, tetapi langkah awal untuk membangun relasi secara cepat.
Saat SMA dulu, kenapa saya bisa bertahan selama 3 tahun? alasannya adalah saya tidak mau kalah oleh Coachku. Di awal masuk ekskul basket coach sudah pernah berkata, "Aku senang kalau banyak yang menyerah di tim ini, karena itu artinya saya menang, YES!". Pikirku, "Waw, orang ini rek" *bagi yang merasa harap maklum*
Dari diskusi tadi juga membahas mengenai loyalitas. Sebuah loyalitas kita nanti akan berujung pada penghargaan dan manfaatnya akan berbalik kepada kita. Juga pentingnya percaya kepada leader kita. Karena yang namanya leader "biasanya" memikirkan manfaatnya untuk dirinya dan anak buahnya. Supaya memikirkan anak buahnya, maka kita butuh loyal kepada leader kita. Itu menurut saya. Semua orang memiliki egonya masing-masing. Ingin ini, ingin itu. Setiap oorang punya ego yang berbeda-beda. Kita boleh sekali-kali egois, tapi juga perlu memikirkan dampaknya bagi teman atau lingkungan sekeliling kita karena kita hidup bermasyarakatm bukan sendiri-sendiri.
Entah, apakah alasan-alasan yang saya sampaikan di atas dapat merubah keinginan saya untuk menghindar dari ospek? Tapi jika saya memikirkan tentang tim basket sma maka saya akan berpikir bahwa itu artinya saya kalah, tidak berani menghadapi tantangan yang dihadapi.
Sekali lagi, tidak tahu apakah hal ini dapat memotivasi saya, Inginnya saya sih termotivasi dan ikut ospek dengan hati yang ikhlas dan terpaksa. Karena keterpaksaan itu tidak menghasilkan manfaat.
Mungkin tulisan saya ini terasa mengagung-agungkan ospek dan manfaatnya, padahal saya sendiri belom mengalaminya, dan masih enggan untuk mengikutinya. hanya sebatas membayangkan apa yang terjadi berdasar cerita-cerita yang lain, serta dugaan-dugaan yang tidak begitu menyenangkan. Tapi tetap saja, semua itu diambil positifnya. Ingat kunci the Secret "Think Positif" supaya aura-aura positif tertarik pada kita.
Demikian refleksi saya di malam minggu ini di depan laptop di dalam kamar kos sendirian. Terima kasih untuk Coach yang menyediakan waktunya untuk menumpahkan segala pemikiran saya. Semoga saya tetap bisa memegang prinsip san tidak gampang berubah. Untuk itulah saya menuliskan catatan ini supaya tidak lupa diskusi kita hari ini.
Sipppppp deh..
BalasHapusreleksi yang bagus ya.. heheh
tak pikirin td tentang pacar ^_^
hyaa..kok pacar se mbak..haha
BalasHapusmasalah itu belakangan aja :P